SEMARANG - Keluarga korban pencabulan anak di bawah umur melakukan audiensi dengan Pimpinan DPRD Kabupaten Semarang, Jawa Tengah pada hari, Kamis (27/04/2023) pukul 10.00 WIB, kemarin.
Hadir dalam audensi diantaranya, Ketua DPRD Kabupaten Semarang, PPA Polres Semarang yang dihadiri oleh Kasatreskrim, KBO dan dua penyidik PPA, Kepala Rehabilitasi Antasena Kabupaten Magelang, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kab Semarang, Dinas DP3A2KB, Kepala Desa Pagersari, RW 01 Kp Segeni, Kadus dan Ketua RT 05 setempat.
Baca juga:
Jawa Barat Darurat Obat Keras
|
Dalam kesempatan tersebut, Ketua DPRD Kabupaten Semarang Bondan Marutohening menegaskan, pentingnya pengawasan dan pendampingan orang tua kepada anak. Ia juga menambahkan adanya perkembangan teknologi semakin pesat dan penggunaan handphone sangat mempengaruhi pola tingkah laku anak.
“Jadi peran orang tua dan peran pemerintah khususnya negara sangat dibutuhkan, untuk memfilter dan memberikan pengetahuan pada anak tentang penggunaan teknologi, ” tegas Bondan, Ketua DPRD Kabupaten Semarang.
Bondan menambahkan korban pencabulan, apalagi anak dibawah umur sangat tentu membutuhkan penanganan serius. Karena menimbulkan trauma psikologi berat untuk anak. Masing-masing dari pelaku maupun korban merupakan anak yang masih dibawah umur masih dalam tanggung jawab orang tua.
“Kami akan terus mengawal dan kita sudah meminta dinas terkait DP3AKB untuk selalu intens melakukan pendampingan dan penanganan psikis anak-anak tersebut, ” tandas Ketua DPRD Kabupaten Semarang.
Kepala Sentra Antasena Magelang Agung Suhartoyo mengatakan, kasus tersebut sudah inkrah dan sudah ada penetapan dari pengadilan. Tinggal saat ini bagaimana untuk melakukan trauma healing.
“Tentunya yang kita lakukan bagaimana kedepannya anak-anak bisa pulih kembali, baik secara mental dan fisik, ” katanya.
Agung mengimbuhkan, selama ini hanya ditugaskan untuk menangani pelaku saja. Kedepannya pihaknya akan ikut serta melakukan pendampingan dan penanganan secara psikologis pada korbannya.
"Kita akan bersama DP3AKB Kabupaten Semarang untuk melakukan penanganan psikologis korban pencabulan, " imbuhnya.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Sosial Suratno menjelaskan, pihaknya melalui peksosnya telah melakukan tindakan sesuai dengan tupoksinya.
"Kami sudah membawa korban didampingi dengan dinas lainnya untuk kepentingan asesment trauma healing, " jelasnya.
Suratno menambahkan terkait memasukkan data keluarga korban ke data DTSK.
"Kami sudah mencobanya, akan tetapi kembali kepada sistem yang berlaku, dan diharapkan keluarga korban agar dapat bersabar, " imbuh Suratno.
Plt Kepala Dinsos juga mengatakan, pihaknya akan bekerjasama dengan TKSK Kecamatan Bergas untuk jemput bola dan meminta data dari keluarga korban serta akan mendaftarkannya.
"Akan tetapi semua itu ada dikewenangan TKSK. Kami tidak bisa mengintervensinya, " ungkap Suratno, Plt Kepala Dinsos Kabupaten Semarang.
Dinas DP3APKB Dewi Pramuningsih mengatakan, pihaknya telah dua kali membawa korban untuk mendapatkan asesment trauma healing.
"Pertama ke RS Kensaras dan RS Ungaran, akan tetapi dikarenakan mendekati bulan suci Ramadhan. Maka kami hentikan sementara, " kata Dewi.
Semantara, Nurhidayah seorang Janda yang juga orang tua korban mengatakan, pada saat dinas DP3APKB mengantar korban anaknya ke RS Ungaran sewaktu asesment trauma healing yang kedua.
"Saya tidak dapat penjelasan apapun terkait dihentikannya. Hanya dijanjikan satu Minggu setelahnya akan ada kabar lagi dari pihak DP3AP2KB, " katanya Nur kepala awak media ketika ditemui, Selasa 2 Mei 2023, siang.
Lanjut, Rofiah selaku orangtua korban pencabulan ketika ditemui mengatakan, dengan Isak tangis bahwa anaknya sudah tidak mau untuk bersekolah di kampungnya, dan menginginkan pindah rumah dikarenakan merasa malu dan merasa tidak nyaman.
"Anak sudah tidak mau sekolah, dan sekarang kami kost di Karangjati, Kecamatan Bergas agak jauh dari Desa Pagersari, " ungkap Rofiah sambil Isak tangis ketika menyampaikan kepada awak media, Selasa 2 Mei 2023.
"Anak juga sampai saat ini, masih merasakan sakit pada organ intimnya, dan mendapatkan bullying pada saat di sekolah, " imbuhnya.
Agus Purnomo bagian perwakilan dari keluarga korban pencabulan ketika ditemui mengatakan, dalam kasus ini, pelaku rasa korban dan begitupun sebaliknya. Pelaku begitu mendapatkan perhatian yang spesial atau khusus, dengan sudah ditempatkan di Antasena Magelang.
"Lalu rasa keadilan apa yang bisa didapat korban..!!!?, " ungkap Agus, saat diminta keterangan dikediamannya, Selasa 2 Mei 2023, sore.
"Korban sudah tidak mau untuk tinggal di rumah ataupun lingkungannya dikarenakan mendapatkan bullying, " imbuhnya.
Lebih lanjut, Agus berharap korban segera mendapatkan rasa keadilan, dan negara, khususnya pemerintah setempat dapat lebih memperhatikan hak dari korban. Terutama kepada orang tua dari pelaku wajib bertanggungjawab memberikan restitusi atau denda atas perbuatan yang dilakukan pelaku kepada korban.
Agus juga menambahkan, keluarga pelaku pencabulan belum ada permohonan maaf secara datang ke pihak rumah korban dan sampai sekarang belum terealisasi.
"Ini yang nantinya membikin image bahwa perbuatan pidana yang dilakukan anak dibawah umur adalah suatu hal biasa. Karena tidak ada sanksi sosial kepada orang tua pelaku, terlebih status pihak orang tua pelaku adalah orang yang sangat mampu di lingkungannya, " imbuhnya.
"Undang-Undang yang membuat pemerintah, sudah semestinya pemerintah bertanggung jawab untuk memperhatikan kepentingan korban dalam mendapatkan rasa keadilan, " pungkasnya.
Kontributor : Team Liputan